08.06.2023
Menurut Walhi, laut merupakan penentu keseimbangan planet bumi yang memiliki peran sentral bagi keberlangsungan kehidupan. Tak hanya itu, laut juga menjadi sumber pangan bagi masyarakat dunia yang jumlah terus mengalami kenaikan signifikan.
Di dalam laporan The State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA) FAO 2022 disebutkan, laut telah menghasilkan ikan sebanyak 177,8 juta ton. Sebanyak 90,3 juta ton dihasilkan dari perikanan tangkap. Sementara itu, dari budidaya laut, produksinya sebanyak 33.1 juta ton. Laporan tersebut menyebut bahwa 7,8 miliar manusia yang menghuni planet bumi ini telah mengkonsumsi ikan sebanyak 157,4 juta ton.
Di Indonesia, laut telah menjadi sumber penghidupan bagi lebih dari 8 juta rumah tangga perikanan. Tak hanya itu, sekitar 200 juta orang Indonesia sangat memerlukan asupan protein hewani yang berasal dari laut. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2020) mencatat, angka konsumsi ikan sebanyak 54,56 kg per kapita. Angka ini naik signifikan dari tahun 2015 yang tercatat hanya 41,11 kg per kapita.
Namun, keberadaan laut terus terancam oleh ekspansi perusahaan multinasional yang memperluas industri ekstraktif, kebijakan nasional yang eksploitatif, dan krisis iklim.
Ancaman Industri ekstraktif
Setidaknya, sebanyak 100 perusahaan multinasional selama ini terus mengeksploitasi sumber daya laut. Berdasarkan studi (2021) yang dilakukan oleh sejumlah ilmuwan dari Universitas Duke, Amerika Serikat, dan Universitas Stockhlom, Swedia, 100 perusahaan tersebut bergerak di sejumlah bidang, yaitu minyak dan gas, pariwisata, pertambangan pasir laut, dan lain sebagainya.
Tabel 1. Sumber daya dan sektor kelautan yang dikuasai oleh 100 perusahaan multinasional dunia.
Sumber Daya/Sektor | Revenue/Pendapatan (Miliar Dollar AS)* |
Minyak dan gas | 830 (45%) |
Peralatan dan kontruksi laut (Marine Equipment and Construction) | 354 (19%) |
Makanan laut (Seafood) | 276 (15%) |
Pengiriman Kontainer | 156 (8%) |
Pembuatan dan perbaikan kapal | 118 (6%) |
Wisata Kapal pesiar | 47 (3%) |
Kegiatan Pelabuhan | 38 (2%) |
Angin lepas pantai (offshore wind) | 37 (2%) |
- Aktivitas tambang pasir telah membuat air laut menjadi keruh. Banyak Nelayan telah menjual perahu milik mereka untuk menyambung hidup.
- Ketinggian dan arus ombak berubah drastis. Semenjak adanya aktivitas tambang pasir laut, ombak semakin meninggi. Sebelum adanya aktivitas tambang pasir laut, ketinggian ombak hanya mencapai sekitaran satu meter tetapi saat ini sudah mencapai tiga meter. Selain ombak yang tinggi, Nelayan juga kesulitan menghadapi arus ombak yang datang tanpa jeda, sehingga menyulitkan mereka untuk mencari ikan di perairan tersebut.
- Aktivitas kapal tambang pasir laut merusak terumbu karang di wilayah tangkap mereka;
- Timbulnya ketakutan akan dampak abrasi akibat tambang pasir laut, sebab Nelayan telah melihat dan menyaksikan dengan sendiri bagaimana perubahan lingkungan di sekitaran pulau mereka;
- Beberapa nelayan telah meninggalkan kampung halaman beserta istri dan anak untuk menyambung hidup.
- Perubahan arus ombak di sekitaran perairan yang telah ditambang telah menimbulkan kecelakaan sesama nelayan dan juga menenggelamkan perahu milik nelayan yang sedang melaut.
- Tambang pasir laut telah menghancurkan ekosistem laut yang berdampak pada peningkatan beban gender bagi perempuan.
- Anak-anak putus sekolah karena tidak adanya hasil tangkapan melaut.
- Di Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta, pertambangan pasir laut telah terbukti menggelamkan sekitar 6 pulau kecil.
- Sementara itu, di Lombok Timur, NTB, tambang pasir laut telah memaksa nelayan setempat untuk melaut sampai ke perairan Sumba, NTT.